Hei.
Bagaimana kabar gemintang dan rembulan yang saling bercengkrama sedang kau menjadi penikmat paling kentara?
Bagaimana gemulai senja kautunggui saat kau hanya bersama langkah sepasang kaki?
Apa kabarmu?
Pun kabar daun-daun yang gugur lalu tiba-tiba ia sudah hinggap di kertas sajak-sajakmu?
Atau kabar pagi dan sepiring sarapan nasi serta teh yang digulai?
Sudahkah kita memanggul rindu saat waktu mengurung wajah yang malu-malu?
Kini, kita hanya perlu berbenah serta menyiapkan wadah untuk menampung tawa pun buncah yang kita sebut sebagai rumah.
Ambil baiknya. Ketika buruknya kau temui. Ketuk wajahku. Ingatkan aku.
Monday, January 25, 2016
Tuesday, January 19, 2016
Untuk Putri Indah Lestari L. Tobing
Pasir Pantai
Dekat Rumahmu
Kepadamu; Perempuan Sorkam
Aku tulis sajak-sajak ini
Saat rinduku padamu begitu nganga
Saat sepasang tanganku begitu ingin
menyangkutkan lengannya di tubuhmu
Kapan kita akan telanjang kaki
Bermesra bersama pasir-pasir putih
Saat mentari akan terbit atau
terbenam kembali
Biar nanti, aku ingin meledekmu
sambil menaburkan pasir pantai ke
tubuhmu
membuatmu kesal dan memelukku
(Terbit di Harian Analisa, 8 Februari 2017)
(Terbit di Harian Analisa, 8 Februari 2017)
Puisi ini, terus bersemayam saat apapun
tentangmu begitu rusuh menyerbu jantungku. Dan aku, tak perlu selalu bilang,
bahwa rinduku padamu telah jauh beribu.
Setelah tulisan ini kau baca,
semoga kau percaya tentang rinduku yang tak bersuara. Beginilah sahabatmu yang
bercita menjadi penulis, jika kau tahu, kau akan lelah sendiri membaca dirimu
ada di banyak sajak-sajaknya.
Terima kasih ya, Bu.. Sebab sudah
begitu baik dan sering memelukku meski saat itu, kau tak peduli malu, tak
peduli bagaimana ramai orang melihatmu rusuh rindu padaku :p
Aku sayang kamu.
Dari perempuan yang saat ini
sedang begitu ingin memelukmu.
Monday, January 4, 2016
Percayalah, Buku yang Hebat tidak Cukup Dibaca Hanya Sekali
Oke. Ini emang udah tengah malam. Meskipun, jam di blog ini nggak sesuai dengan jam di hape daku wkwkkw
Em, jadi begini, hanya ingin berbagi sedikit sebelum tidur, soalnya laptop lagi ngambek. Ndak bisa diajak untuk melampiaskan hasrat yang ada di kepala saya ini. Hi. Kok bahasanya jadi horror gini -_- baik. Maafkeun.
Jadi, saya pusing sendiri, banyak sekali ide tulisan. Namun apalah daya. Semoga besok kalau udah dikasi "coklat" laptopnya nggak ngambek lagi.
Tadi untuk kedua kalinya barusan menamatkan novel Rindu bang Tere. Jadi, 4 hari ini liburan bacanya ya itu. Ku harap, catatan binder nggak envy, karena kan harusnya dia yang dibaca -_- besok masih UAS, Men :')
Ya, sebenarnya, ada dasarnya juga kenapa ngulang lagi baca novel Rindu, sebab kubutuh bahan tulisan untuk esai selanjutnya. Dan ternyata, banyak yang bisa dikaji dari tulisan keren abang gue ini :)))) Ya, kuingin bapak redaktur yang belum pernah saya main-main ke rubriknya ini, nggak nolak esai yang insya Allah akan saya rampungi. Aamiin ^^
Banyak sekali hikmah yang bisa didapat kalau kita baca berulang-ulang buku-buku hebat. Karena memang jujur, di otak saya ini, kalau pertama kali baca novel udah penasaran sama alur kisahnya duluan. Penasaran tokoh-tokohnya gimana, penasaran jalan ceritanya gimana, konfliknya apa, dan endingnya apalagi. Dan apalaginya, ini tuh tulisan bang Tere Liye yang jago sekali menyimpan kejutan-kejutan. Apalah dayaku, benar-benar nggak mau diganggu rasanya sampai akhir cerita selesai.
Dan kekurangan dari 'penasaran banget sama ending dan keseluruhan yang mengawalinya', sampai-sampai bisa melupakan dan melalaikan banyak hal. Memang, sewaktu membaca kita juga dapat nasihatnya. Tapi, oke lagi-lagi saya jujur. Membaca pertama kali, itu adalah nafsu. Saya penasaran sekali dengan racikan kisah yang disajikan yang siap saya santap. Jadi, fokus utamanya ya ke itu. Makanya, ada nasehat yang bijak sekali. Islam tidak mengenal jatuh cinta pada pandangan pertama. Sebab, itu tidak lebih dari nafsu belaka. Karena, cinta itu ditempah dengan waktu yang kita tidak kuasa untuk menentukannya. Yaelah, ini bahasanya kayak udah mau walimahan ajaaa T.T Jodohnya masih on the way, BROHHH!!!
Nah, ada nggak sih yang pernah ngalamin juga? :D
Jadi, keluarlah kalimat saya, "Percayalah, buku yang hebat tidak cukup dibaca hanya sekali".
Sebelumnya, saya mengulang tiga kali membaca novel 'Rembulan Tenggelam di Wajahmu'nya bang Tere. Dan sering juga mengulang, novel-novelnya Kang Abik. Seperti Ayat-ayat Cintanya dan Ketika Cinta Bertasbih.
Saya merasa perlu untuk membacanya kembali. Apalagi, untuk dijadikan bahan tulisan serta bahan proposal dan skripsi saya insya Allah nggak jauh2 juga dengan beginian.
Karena begini pengalaman saya, ketika misalnya, saya pertama kali membaca Ayat-ayat Cinta-nya kang Abik, ilmu saya masih dangkal sekali dengan keseluruh kisah dan pesan yang disampaikan kang Abik dalam cerita itu. Ya iyalah jelas, jauhhhhh banget. Saya masih status anak sekolah (waku itu) By the way, fyi aja, zaman sekolah saya belum suka baca karya bang Tere, yang sampai hari ini, bang Terelah satu-satunya penulis favorit saya. Pertama kali baca tulisan bang Tere, saya sempat bergumam, "Novel apa ini. Kok gini kali bahasanya" Ya, maklumlah, otak gue masih dangkal bener waktu itu, meski ya sekarang yaaa masih dangkal~ -_- Tapi ya syukurlah, setidaknya saya nggak nafsu belaka soalnya nggak jatuh cinta pada 'bacaan' pertama kali hahaha...
Oke lanjut lagi, sedangkan kang Abik ya tau sendirilah beliau hebatnya kayak gimana. Lulusan Kairo, penulis best seller dan seterusnya..
And then, waktu terus berjalan, saya ketemu lagi dengan novel kang Abik dan novelnya kayak nyapa saya gitu. Dia bilang kangen, bilang rindu ke saya karena lama nggak jumpa. Ya, apalah daya, novelnya minta dibaca lagi hehe..
Jadi, saya baca untuk kedua kalinya, dan eng ing.. Hasilnya beda! Apa bedanya, bukannya sama aja ya? Kan novel AAC kang Abik nggak ada revisinya?
Mijn vriend, (Sesekali manggilnya pake bahasa Belanda. Efek novel Rindunya ini) bukan novelnya yang berubah. Tapi, pemahaman pikiran sayalah yang berubah. Apalagi, semakin matang usia insya Allah semakin matang pula pemikiran, ditambah dengan pengetahuan-pengetahuan baru yang sudah diserap. Alhasil, menyebabkan apa-apa yang dulunya saya lewatkan dan lalaikan dari kisah dan pesan novel AACnya kang Abik-karena alasan ilmu saya belum sampai ke situ. Pengetahuan saya yang baru, ngerasa 'klik' dengan tulisan yang ada di novel kang Abik itu.
Nah, inilah yang membuat saya merasa penting sekali membaca ulang sebuah buku hebat. Tidak cukup hanya sekali.
Misalnya gini deh, saya sederhanain dengan contoh.
Saya sudah membaca Ayat-ayat Cintanya kang Abik waktu zaman sekolah. Di dalam novel AAC ini, ada di cantumin nama Badiuzzaman Said Nursi. Ya, saya ini apalah dulu waktu zaman sekolah. Malas bener baca buku sejarah. Tidaklah saya tahu siapa Badiuzzaman Said Nursi itu, bahkan saya lupa dan tak tahu menahu bahwa kang Abik mencantumkan ulama Turki hebat penyebar tauhid itu di AAC. Then, di zaman kuliah, saya baca Api Tauhid. Nah, novel karya kang Abik yang satu ini (Api Tauhid) memang membahas biografi Badiuzzaman Said Nursi.
Jadi, jika saya "membaca ulang" novel AAC maka ketika sampai pada paragraf tentang "Badiuzzaman Said Nursi" otak saya atau pengetahuan saya bisa nyambung dan 'klik' dengan itu, kan? Karena, saya sudah tahu siapa Badiuzzaman Said Nursi itu.
Hikmahnya, buku-buku itu memang saling menghubungkan satu sama lain. Dan beruntunglah, orang-orang yang tidak hanya berkutat di satu atau dua genre buku. Nah, kalau yang ini, saya memang belum melakukannya. Namun, saya sudah memiliki ketertarikan untuk membaca buku genre apa saja. Yang membawa dampak yang baik pastinya. Biar bisa kayak bang Tere yang bahan bacaannya, kuyakin ada puluhan genre :D
Jadi, menurut hemat saya, nggak salah dan nggak buang-buang waktu kok kalau kita mengulang sekali atau dua kali lagi sebuah buku/novel. Karena, ada yang ingin saya tekankan juga di sini, untuk diri saya sendiri terutama dan untuk pembaca khususnya, membaca novel itu jangan dan dilarang sekali hanya mengejar kisahnya, apalagi anak muda, maunya ngejer kisah cintanya doang -_- namun dalamilah nasihat yang telah rapi tersusun di novel itu. Dan juga, buat muslim dan muslimah, janganlah girang sekali dengan tulisan genre Barat yang kisah cintanya menodai identitas kita sendiri sebagai muslim dan muslimah. Kisah percintaan yang mendekatkan pada zina, pacaran dan sejenisnya. Yang sama sekali tidak ada nilai religius atau nilai akhiratnya. Dan untuk penulis muslim dan muslimah, saya harap, kita bisa sama-sama menuliskan kisah fiksi yang sesuai dengan jati diri kita dan identitas kita.
Back to the laptop, apalagi, buku itu memang sarat pengetahuan, pemahaman dan nasehat yang bagus sekali untuk gizi akal dan hati. Kecuali, memang daya ingatmu bagus sekali, membaca dengan detail sekali, meski hanya sekali baca. Ya, itu jelas berbeda. Ini hanya untuk kemampuan orang rata-rata seperti saya ini.
And the last, pesan terakhirnya yang ingin saya sampaikan, membaca bukan hanya untuk nilaimu lebih baik dan bagus di sekolah. Tapi, membaca juga untuk menaikkan 'nilai' akhlakmu di mata Allaah, membaca bisa semakin membuatmu merasa takut pada Pencipta. Semakin banyak membaca, semakin sadarlah, kita nggak ada apa-apanya. Jadi, banyak membacalah. Itu bisa mengikiskan rasa berbangga diri kita yang mungkin ada.
Baiklah, Spasiba Balshoi sudah membaca sampai akhir. Selamat malam eh selamat dini hari ._. Semoga bermanfaat :)
Senin, 4 Januari 2016 - 01:24 Waktu Indonesia Bagian Ngantuk
Em, jadi begini, hanya ingin berbagi sedikit sebelum tidur, soalnya laptop lagi ngambek. Ndak bisa diajak untuk melampiaskan hasrat yang ada di kepala saya ini. Hi. Kok bahasanya jadi horror gini -_- baik. Maafkeun.
Jadi, saya pusing sendiri, banyak sekali ide tulisan. Namun apalah daya. Semoga besok kalau udah dikasi "coklat" laptopnya nggak ngambek lagi.
Tadi untuk kedua kalinya barusan menamatkan novel Rindu bang Tere. Jadi, 4 hari ini liburan bacanya ya itu. Ku harap, catatan binder nggak envy, karena kan harusnya dia yang dibaca -_- besok masih UAS, Men :')
Ya, sebenarnya, ada dasarnya juga kenapa ngulang lagi baca novel Rindu, sebab kubutuh bahan tulisan untuk esai selanjutnya. Dan ternyata, banyak yang bisa dikaji dari tulisan keren abang gue ini :)))) Ya, kuingin bapak redaktur yang belum pernah saya main-main ke rubriknya ini, nggak nolak esai yang insya Allah akan saya rampungi. Aamiin ^^
Banyak sekali hikmah yang bisa didapat kalau kita baca berulang-ulang buku-buku hebat. Karena memang jujur, di otak saya ini, kalau pertama kali baca novel udah penasaran sama alur kisahnya duluan. Penasaran tokoh-tokohnya gimana, penasaran jalan ceritanya gimana, konfliknya apa, dan endingnya apalagi. Dan apalaginya, ini tuh tulisan bang Tere Liye yang jago sekali menyimpan kejutan-kejutan. Apalah dayaku, benar-benar nggak mau diganggu rasanya sampai akhir cerita selesai.
Dan kekurangan dari 'penasaran banget sama ending dan keseluruhan yang mengawalinya', sampai-sampai bisa melupakan dan melalaikan banyak hal. Memang, sewaktu membaca kita juga dapat nasihatnya. Tapi, oke lagi-lagi saya jujur. Membaca pertama kali, itu adalah nafsu. Saya penasaran sekali dengan racikan kisah yang disajikan yang siap saya santap. Jadi, fokus utamanya ya ke itu. Makanya, ada nasehat yang bijak sekali. Islam tidak mengenal jatuh cinta pada pandangan pertama. Sebab, itu tidak lebih dari nafsu belaka. Karena, cinta itu ditempah dengan waktu yang kita tidak kuasa untuk menentukannya. Yaelah, ini bahasanya kayak udah mau walimahan ajaaa T.T Jodohnya masih on the way, BROHHH!!!
Nah, ada nggak sih yang pernah ngalamin juga? :D
Jadi, keluarlah kalimat saya, "Percayalah, buku yang hebat tidak cukup dibaca hanya sekali".
Sebelumnya, saya mengulang tiga kali membaca novel 'Rembulan Tenggelam di Wajahmu'nya bang Tere. Dan sering juga mengulang, novel-novelnya Kang Abik. Seperti Ayat-ayat Cintanya dan Ketika Cinta Bertasbih.
Saya merasa perlu untuk membacanya kembali. Apalagi, untuk dijadikan bahan tulisan serta bahan proposal dan skripsi saya insya Allah nggak jauh2 juga dengan beginian.
Karena begini pengalaman saya, ketika misalnya, saya pertama kali membaca Ayat-ayat Cinta-nya kang Abik, ilmu saya masih dangkal sekali dengan keseluruh kisah dan pesan yang disampaikan kang Abik dalam cerita itu. Ya iyalah jelas, jauhhhhh banget. Saya masih status anak sekolah (waku itu) By the way, fyi aja, zaman sekolah saya belum suka baca karya bang Tere, yang sampai hari ini, bang Terelah satu-satunya penulis favorit saya. Pertama kali baca tulisan bang Tere, saya sempat bergumam, "Novel apa ini. Kok gini kali bahasanya" Ya, maklumlah, otak gue masih dangkal bener waktu itu, meski ya sekarang yaaa masih dangkal~ -_- Tapi ya syukurlah, setidaknya saya nggak nafsu belaka soalnya nggak jatuh cinta pada 'bacaan' pertama kali hahaha...
Oke lanjut lagi, sedangkan kang Abik ya tau sendirilah beliau hebatnya kayak gimana. Lulusan Kairo, penulis best seller dan seterusnya..
And then, waktu terus berjalan, saya ketemu lagi dengan novel kang Abik dan novelnya kayak nyapa saya gitu. Dia bilang kangen, bilang rindu ke saya karena lama nggak jumpa. Ya, apalah daya, novelnya minta dibaca lagi hehe..
Jadi, saya baca untuk kedua kalinya, dan eng ing.. Hasilnya beda! Apa bedanya, bukannya sama aja ya? Kan novel AAC kang Abik nggak ada revisinya?
Mijn vriend, (Sesekali manggilnya pake bahasa Belanda. Efek novel Rindunya ini) bukan novelnya yang berubah. Tapi, pemahaman pikiran sayalah yang berubah. Apalagi, semakin matang usia insya Allah semakin matang pula pemikiran, ditambah dengan pengetahuan-pengetahuan baru yang sudah diserap. Alhasil, menyebabkan apa-apa yang dulunya saya lewatkan dan lalaikan dari kisah dan pesan novel AACnya kang Abik-karena alasan ilmu saya belum sampai ke situ. Pengetahuan saya yang baru, ngerasa 'klik' dengan tulisan yang ada di novel kang Abik itu.
Nah, inilah yang membuat saya merasa penting sekali membaca ulang sebuah buku hebat. Tidak cukup hanya sekali.
Misalnya gini deh, saya sederhanain dengan contoh.
Saya sudah membaca Ayat-ayat Cintanya kang Abik waktu zaman sekolah. Di dalam novel AAC ini, ada di cantumin nama Badiuzzaman Said Nursi. Ya, saya ini apalah dulu waktu zaman sekolah. Malas bener baca buku sejarah. Tidaklah saya tahu siapa Badiuzzaman Said Nursi itu, bahkan saya lupa dan tak tahu menahu bahwa kang Abik mencantumkan ulama Turki hebat penyebar tauhid itu di AAC. Then, di zaman kuliah, saya baca Api Tauhid. Nah, novel karya kang Abik yang satu ini (Api Tauhid) memang membahas biografi Badiuzzaman Said Nursi.
Jadi, jika saya "membaca ulang" novel AAC maka ketika sampai pada paragraf tentang "Badiuzzaman Said Nursi" otak saya atau pengetahuan saya bisa nyambung dan 'klik' dengan itu, kan? Karena, saya sudah tahu siapa Badiuzzaman Said Nursi itu.
Hikmahnya, buku-buku itu memang saling menghubungkan satu sama lain. Dan beruntunglah, orang-orang yang tidak hanya berkutat di satu atau dua genre buku. Nah, kalau yang ini, saya memang belum melakukannya. Namun, saya sudah memiliki ketertarikan untuk membaca buku genre apa saja. Yang membawa dampak yang baik pastinya. Biar bisa kayak bang Tere yang bahan bacaannya, kuyakin ada puluhan genre :D
Jadi, menurut hemat saya, nggak salah dan nggak buang-buang waktu kok kalau kita mengulang sekali atau dua kali lagi sebuah buku/novel. Karena, ada yang ingin saya tekankan juga di sini, untuk diri saya sendiri terutama dan untuk pembaca khususnya, membaca novel itu jangan dan dilarang sekali hanya mengejar kisahnya, apalagi anak muda, maunya ngejer kisah cintanya doang -_- namun dalamilah nasihat yang telah rapi tersusun di novel itu. Dan juga, buat muslim dan muslimah, janganlah girang sekali dengan tulisan genre Barat yang kisah cintanya menodai identitas kita sendiri sebagai muslim dan muslimah. Kisah percintaan yang mendekatkan pada zina, pacaran dan sejenisnya. Yang sama sekali tidak ada nilai religius atau nilai akhiratnya. Dan untuk penulis muslim dan muslimah, saya harap, kita bisa sama-sama menuliskan kisah fiksi yang sesuai dengan jati diri kita dan identitas kita.
Back to the laptop, apalagi, buku itu memang sarat pengetahuan, pemahaman dan nasehat yang bagus sekali untuk gizi akal dan hati. Kecuali, memang daya ingatmu bagus sekali, membaca dengan detail sekali, meski hanya sekali baca. Ya, itu jelas berbeda. Ini hanya untuk kemampuan orang rata-rata seperti saya ini.
And the last, pesan terakhirnya yang ingin saya sampaikan, membaca bukan hanya untuk nilaimu lebih baik dan bagus di sekolah. Tapi, membaca juga untuk menaikkan 'nilai' akhlakmu di mata Allaah, membaca bisa semakin membuatmu merasa takut pada Pencipta. Semakin banyak membaca, semakin sadarlah, kita nggak ada apa-apanya. Jadi, banyak membacalah. Itu bisa mengikiskan rasa berbangga diri kita yang mungkin ada.
Baiklah, Spasiba Balshoi sudah membaca sampai akhir. Selamat malam eh selamat dini hari ._. Semoga bermanfaat :)
Senin, 4 Januari 2016 - 01:24 Waktu Indonesia Bagian Ngantuk
Friday, January 1, 2016
Cara Mengirim Tulisan (Puisi/Cerpen/Esai) ke Koran Medan
Merhaba, Guys!
Jadi, jumat ini, mumpung libur dan mumpung ingettt. Ku akan berbagi seadanya tentang “Cara Mengirim Tulisan (Puisi, Cerpen, dan Esai/Opini/Artikel) ke Koran Medan”
Jadi, jumat ini, mumpung libur dan mumpung ingettt. Ku akan berbagi seadanya tentang “Cara Mengirim Tulisan (Puisi, Cerpen, dan Esai/Opini/Artikel) ke Koran Medan”
Harian Waspada (Rubrik Cemerlang)
Nah,
rubrik “Cemerlang” ini isi rubriknya PUISI dan CERPEN.
Kalau
memang dikira-kira, bahasanya belum berat, masih awal-awal nulis, masih baru
suka-suka nulis, Harian Waspada bisa kita jadikan medan buat menggemparkan
karya kita. Tapi, Waspada juga masih sering kok nerbiti karya-karya penulis
senior :) Hanya saja, Waspada berbaik hati untuk menerbitkan tulisan
teman-teman yang meski BARU PERTAMA KALI mengirimkan karyanya. Eits, tapi tetap
nggak semua ya. Contohnya, saya. Dan ternyata, kemarin ada hal yang saya lupa.
Kelihatannya sepele namun penting syekaleeee.
Saya
lupa nulis nama “Rubrik Cemerlang” di subject
emailnya. Hrrrrrrr. Ini penting buat redaktur. Karena, dari situlah
redaktur tahu tujuan kita kirim email ke beliau. And then, barulah diterbitkan
setelah saya tulis “Rubrik Cemerlang” di subjectnya.
Itu juga cuma sekali terbit. Tapi, nggak apa-apa. Media lain tentu masih banyak
:D
Untuk
berperang, tentu kita harus tahu medan perangnya. Nah, insya Allah, di sini
akan saya jabarin, saya usahain lengkap, tapi kalau belum puas boleh ditanya
langsung ke saya. (Meskipun, saya juga masih proses belajar dan merintis)
Puisinya jangan terlalu
panjang. Sebaiknya 5-10 baris. Dan tulisan ke arah kanannya juga jangan terlalu panjang. Berikut
contohnya.
Senja
Lama tak Dieja
Karya
: Aisyah Haura Dika Alsa
Mobil-mobil gerah membikin panjang
Raut-raut payah ditelan pelan petang
Jingga bertebaran, kueja tanpa kawan
Sebab kau tega tinggalkan kota
Lupa bagaimana cara kembali
Hingga senja, lama tak kueja
(Waspada, Minggu, 23 Agustus
2015)
(Berhubung kuota tidak cukup untuk menampung foto korannya, jadi, saya copy
paste aja tulisannya yak. Hehe peace.)
Minimal kita mengirimkan 5 judul puisi ke Waspada dan 1 puisi yang
diterbitkan. Honor waspada, 1 puisi Rp 15 ribu (Honor di Waspada diambil setelah sebulan terbit,
kantornya saya lupa di mana. Maafkeun -_- karena emang belum pernah main-main
ke sana. Kali aja, habis baca ini, kita bisa ambil honor bareng #eaaaa. Tapi, tadi baru tanya bapak saya, kantornya di Brigjen Katamso)
Alamat email rubrik
Cemerlang Waspada (puisi dan cerpen) : cemerlangwaspada@yahoo.co.id
Subjectnya : Puisi/Cerpen
Rubrik Cemerlang Waspada (Kalau mau kirim puisi dan cerpen sekaligus, alangkah
indahnya dipisah yak)
Lalu, jangan lupa buat
surat pengantar. Kalau kata dosen saya tercinta, Ibu Winarti, mau masuk rumah
orang kan pakai permisi dan salam tuh. Nah, sama halnya kalau kita mau kirim
email ke redaktur.
Assalamu’alaykum
Warohmatullah Wabarokatuh
Yth.
Redaktur Cemerlang Waspada
Selamat
pagi, Pak.
Saya,
Aisyah Haura Dika Alsa, mahasiswi semester V Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP
UMSU mengirimkan tulisan saya ke rubrik yang Bapak pimpin. Saya mengirimkan 5
judul puisi. Karya saya ini belum pernah diterbitkan di media manapun. Besar
harapan saya tulisan saya dapat diterbitkan.
Terima
kasih atas perhatian Bapak
Wassalamu’alaykum
Warohmatullah Wabarokatuh
(Ingat
ya, salam ndak boleh disingkat. Masak berbuat baik aja pelit sama huruf :))
Dah, jangan sampe lupa unggah
file kita. Lalu, dengan bismilah klik “Kirim” :D
(Surat
pengantar ini berlaku untuk setiap media koran, hanya diubah rubrik dan isinya
saja, kalau ada versi yang lain, ndak masalah, yang penting tetap sopan)
Nah,
kalau cerpen, 2 halaman saja sudah cukup. A4. 12 TNR. No spacing (tanpa spasi)
margin normal. Tema bebas. Cara-cara mengirimnya seperti puisi yak ^^
Waspada
rubrik cemerlang terbit setiap minggu. Nggak rugi kok, uang jajan dibelikan
koran yang Rp 3 ribu ^^
Harian Mimbar Umum
Harian Mimbar Umum
Sebenarnya,
Mimbar Umum, Waspada, Analisa dan Medan Bisnis, umunya memuat jenis tulisan
yang sama, yakni Opini, Puisi dan Cerpen. Hanya saja, belum semua rubrik saya
coba.
Nah,
di mimbar umum ini, tulisan saya pernah dimuat, di rubrik opini, pendidikan, dakwah,
dan budaya. Opini >> senin-kamis,
pendidikan >> selasa, wisata >> kamis, dakwah
>> jumat, budaya >> sabtu.
Di
Mimbar Umum, rubrik
opini, pendidikan, dakwah, budaya tentu sama-sama memuat artikel. Hanya saja,
temanya yang berbeda. Tema sesuai nama rubrik.
Alamat
email rubrik opini >> mimbarumum@yahoo.com
Alamat
email rubrik pendidikan, wisata, budaya, puisi, dan cerpen >> suyadisan@yahoo.com
Alamat
rubrik dakwah >> mimbarjumat@yahoo.com
Artikel/Esai/Opini
>>> 1.5 / 2 halaman no spacing margin normal A4 12 TNR
Honor
di Mimbar Umum sepertinya tidak ada, hanya saja bagi mahasiswa UMSU, alumni
UMSU dan dosen UMSU bisa mencairkan honor di UMSU.
Di akhir tulisan buat ctrl R, ctrl I and ctrl B dengan kalimat pengenal di bawah ini sebagai syarat mengambil honor tulisan di UMSU. Buat ambil honor di UMSU tidak lebih dari 20 hari ya :)
Di akhir tulisan buat ctrl R, ctrl I and ctrl B dengan kalimat pengenal di bawah ini sebagai syarat mengambil honor tulisan di UMSU. Buat ambil honor di UMSU tidak lebih dari 20 hari ya :)
Contoh
>> (Penulis adalah mahasiswi Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UMSU)
Harian Medan Bisnis (Rubrik Art and
Culture)
Nah, inilah media cetak
yang pertama kali menampung puisi dan cerpen saya :D kalau opini, belum pernah
nyoba.
Harian Medan Bisnis termasuk koran yang menerangkan di korannya dengan cukup jelas syarat mengirim tulisan
ke medianya. Makanya, saya berani nyoba-nyoba kirim. Waktu itu nanya sama
senior belum pede hahaha. Kalau cerpen nunggu 10 bulan, tapi alhamdulillah
puisi saya cukup ngirim dua kali di minggu kedua langsung diterbiti. Ada juga
teman yang nggak terbit-terbit ngirim ke sini. Maka dari itu, kita harus tahu
selera masing-masing redaktur.
Ya, caranya dengan beli
korannya. Tapi, karena saya tahu, jarang sekali anak muda yang baca koran, jadi
saya kasih informasi yang tak seberapa ini di sini.
Kalau saya amati,
redaktur Art n Culture senang dengan puisi yang jenis naratif. Nah, buat teman
yang suka nulis puisi naratif bisa dicoba kemari..
Kata pengantarnya tetap
sama yak namun rubriknya jangan lupa diganti.
Nah, ini saya copypaste
dari korannya langsung.
Pengiriman
karya melalui email :
Redaktur di Medan Bisnis sudah berganti, jadi emailnya juga. Berikut email redaktur yang baru >> diurnanta@gmail.com
Puisi
minimal 6 judul sekali pengiriman, cerpen maksimal 7.000 karakter, artikel/esai
seni budaya 5.000 – 7.000 karakter. Puisi dan cerpen dilengkapi biodata singkat
serta foto diri. Gambar/foto dikirim dengan format JPEG.
Mungkin buat akhwat yang jarang mampang foto agak gimana gitu kalau ngirim ke
koran juga disertai foto. Kalau menurut saya, nggak usah pakai foto. Siapa tahu
karena puisinya keren, redaktur tetap masukin tulisannya :D (saya sudah beberapa kali terbit tanpa foto kok XD)
Honor
cerpen Rp 35 ribu dan honor 1 judul puisi Rp 20 ribu (puisi dimuat tidak
menentu berapa banyak, tergantung selera redaktur) Dan mengambil honor di
kantornya Medan Bisnis di jalan S. Parman, sebulan setelah karya terbit.
Korannya
juga terbit setiap minggu, harganya Rp 2500
Begini contoh puisinya,
Tidakkah
Kau Rindu
Karya
: Aisyah Haura Dika Alsa
Tidakkah
kau rindu?
Kepada
senja dan berisik roda
Atau
pada kayuh yang menuju aku
Atau
pada apa saja yang telah hilang digarang kenang
Yang
diimani waktu kini adalah elegi; tentang kita dibalik jeruji
Serupa
menghayati kepergian seseorang di berita malang
Sejumput
tertinggal, yang banyak tanggal, dijemput kematian
Kita
tak perlu bersenandung bersama melayat lalu, biarlah direbah waktu
Pun
mimpiku telah lama tiadamu
Tidakkah
kau rindu? Tentu rindu
Aku?
Tidak.
(Minggu,
Harian Medan Bisnis) – Lupa tanggalnya T.T
(Medan Bisnis sudah tidak membuka rubrik Art n Culture lagi)
Nah,
coba bedain deh. Bedakan bentuk puisi di Medan Bisnis dan Waspada. Medan Bisnis
lebih panjang. Dan memang, menurut saya, redakturnya senang dengan puisi jenis
naratif. Oh iya, di Medan Bisnis, bisa kok pakai judul Aisyah#1 Aisyah#2.
Misal, puisi kamu panjang banget, kan kalau mau dikirim ke koran ada batas
panjangnya. Jadi, dipotong sahaja menjadi seperti itu. Penulis yang diuntungi,
karena kan perjudul ada harganya ^^
Harian Analisa
Di analisa, ku juga harus
jatuh bangun dan ku juga harus jadi penulis yang keras kepala buat karyanya
diterbitkan di koran ini~
Di kampus UMSU tercinta untuk mengambil honor tak dibolehkan memakai nama pena. Harus lengkap nama asli. Dan pernah juga ngirim tulisan lagi ke Medan Bisnis namun pakai “Haura Alsa” eh, nggak taunya, redakturnya tetap buat nama saya “Aisyah Haura Dika Alsa”. Jadi makin nggak pede buat pakai nama pena hahaha..
Di kampus UMSU tercinta untuk mengambil honor tak dibolehkan memakai nama pena. Harus lengkap nama asli. Dan pernah juga ngirim tulisan lagi ke Medan Bisnis namun pakai “Haura Alsa” eh, nggak taunya, redakturnya tetap buat nama saya “Aisyah Haura Dika Alsa”. Jadi makin nggak pede buat pakai nama pena hahaha..
Alhasil, untuk ke
Analisa, saya harus berjuang lagi. Bukan sebagai “Haura Alsa” namun dengan nama
lengkap saya. Padahal, redakturnya sudah mengenal “Haura Alsa”. Ya, tak ape-apelah..
Pembelajaran buat Man Teman, harus konsisten dengan nama untuk dunia
kepenulisan :)
Di Analisa, beginian dipakai kok >> Aisyah #1 Aisyah
#2. Umumnya, puisi
di media cetak yang ada di tulisan saya ini, kebanyakan yang satu bait sahaja.
Tapi, kalau mau kirim dua bait, ya monggo ae ^^
Puisi ke Analisa minimal 6 judul puisi dan cerpen minimal
2 halaman A4 12 TNR margin normal tanpa spasi dan tema bebas (menurut hemat
saya)
Alamat email : online@analisadaily.com (Analisa Hari Rabu)
Subject : Rubrik
Puisi/Cerpen Analisa Rabu
Alamat email : rajabatak@yahoo.com (Analisa Hari Minggu)
Alamat email : rajabatak@yahoo.com (Analisa Hari Minggu)
Catatan : di Analisa insya Allah biar dilirik redaktur
gunakanlah sajak a-b-a-b atau a-a-a-a
Lelaki yang Kini Dingin
Karya : Haura Alsa
Aku berdiri menunggu kesaksian hujan
Setelah gerimis patah mengalah,
Pada bulir-bulir yang pecah ke tanah
Pada bau wangi dingin yang kini menjelma lain
Aku hantarkan, bahwa kau semirip musim
Yang kini bermukim
(Analisa, Rabu, 18 Februari
2015)
Lalu, cerpen anak.
Nah, cerpen anak ini terbitnya hari minggu rubrik Taman Riang dengan redaktur
yang berbeda, cernak minimal 1 halaman 12 TNR A4 tanpa spasi.
Email : analisa.arifin@gmail.com
Honor
bisa diambil sehari setelah karya terbit, kantornya di jalan Ahmad Yani di
dekat lapangan merdeka. Honor di Analisa 1 judul puisi Rp 25 ribu, biasa yang
diterbitkan 4 puisi. Jadi total Rp 100 ribu. Honor cernak, 1 judul Rp 50/75 ribu. Honor cerpen Analisa Rabu Rp 100 ribu, honor cerpen Analisa Minggu Rp 150 ribu. Dan untuk melihat tulisan kita terbit atau nggak, kita bisa lihat di laman analisa harian.analisadaily.com
Yang
pasti, nggak dilupain kualitas kita dalam menulis, jangan mau honornya
saja tapi tak mau membuat karya kita bermanfaat untuk dunia apalagi
untuk akhirat :))) Yang jelas, kuantitasnya dulu dibanyakin, seiring
berjalannya waktu, kualitas bakal ngikutin.
And, I’m so happy for
doing this. Karena menulis adalah cara saya membahagiakan hidup saya. Jadi,
dari hobi ke profesi hehe ya, mudah-mudahan bisa beneran jadi profesi menulis
ini. Aamiin ya Allaah..
Nah, buat yang udah
punya banyak pengalaman nulis di koran atau di mana saja, jangan pernah cuek
bebek kalau ditanya-tanya. Coba bayangin kamu ada di posisi yang nanya, pasti
kamu sakit hati jugakan kalau dicuekin. Ingatlah, musuh atau saingan itu
bukan orang lain. Malah orang lain, bisa dijadikan teman untuk pembelajaran. Musuh
yang paling nyata adalah diri kita sendiri (read : kemalasan) dan tak lupa juga
bapak/ibu redaktur heuheuhe.. karena kita emang harus bisa buat redaktur
klepek-klepek sama tulisan kita. Jangan pandainya, anak orang aja yang dibuat
klepek-klepek. Apalagi kalau belum halal :p malu sama kucing dong meong meong meong :p
Untuk penulis pemula,
jangan pernah malu dan nggak percaya diri buat ngirim karyanya ke koran. Dan
buat yang udah ngirim ke koran, tapi belum juga terbit, jangan pernah nyerah.
So simply statement emang. Tapi dampaknya luar biasa kalau kita mau terus nyoba
meski masih gagal. Banyakin nanya sama yang udah pengalaman karyanya terbit. Banyakin
baca dan latihan nulis juga.
Kalau ditolak terus,
berarti kita harus intropeksi karya kita. Pasti ada yang masih kurang. Nah,
sambil muhasabah karya sambil terus kirim ke media dengan tulisan yang berbeda
dari sebelumnya pastinya. Tunjuki sama redaktur, kalau kamu nggak nyerah buat
nyoba dan tulisan kamu layak diterbitkan. Dan, biarlah penolakan bapak redaktur
menjadi makanan setiap minggu. Hahaha. Oke. Ini curhat.
Karena, penulis hebat
di luar sana, sekelas Tere Liye;abang guehhh (nggak boleh ngamuk), Habiburrahaman El-Shirazy dan
lainya, juga pernah ngalami penolakan terhadap karya-karyanya. Kalau mereka
menyerah sekali atau menyerah di kali kedua, apa karya mereka bisa kita baca seperti sekarang? Nah,
selamat mencoba! :)
Subscribe to:
Posts (Atom)