Monday, January 25, 2016

Catatan Ini tidak Memiliki Judul #1

Hei.

Bagaimana kabar gemintang dan rembulan yang saling bercengkrama sedang kau menjadi penikmat paling kentara?

Bagaimana gemulai senja kautunggui saat kau hanya bersama langkah sepasang kaki?

Apa kabarmu?

Pun kabar daun-daun yang gugur lalu tiba-tiba ia sudah hinggap di kertas sajak-sajakmu?

Atau kabar pagi dan sepiring sarapan nasi serta teh yang digulai?

Sudahkah kita memanggul rindu saat waktu mengurung wajah yang malu-malu?

Kini, kita hanya perlu berbenah serta menyiapkan wadah untuk menampung tawa pun buncah yang kita sebut sebagai rumah.

Tuesday, January 19, 2016

Untuk Putri Indah Lestari L. Tobing


Pasir Pantai Dekat Rumahmu

Kepadamu; Perempuan Sorkam
Aku tulis sajak-sajak ini
Saat rinduku padamu begitu nganga
Saat sepasang tanganku begitu ingin
menyangkutkan lengannya di tubuhmu

Kapan kita akan telanjang kaki
Bermesra bersama pasir-pasir putih
Saat mentari akan terbit atau terbenam kembali
Biar nanti, aku ingin meledekmu
sambil menaburkan pasir pantai ke tubuhmu
membuatmu kesal dan memelukku
(Terbit di Harian Analisa, 8 Februari 2017) 

Puisi ini, terus bersemayam saat apapun tentangmu begitu rusuh menyerbu jantungku. Dan aku, tak perlu selalu bilang, bahwa rinduku padamu telah jauh beribu.

Setelah tulisan ini kau baca, semoga kau percaya tentang rinduku yang tak bersuara. Beginilah sahabatmu yang bercita menjadi penulis, jika kau tahu, kau akan lelah sendiri membaca dirimu ada di banyak sajak-sajaknya.

Terima kasih ya, Bu.. Sebab sudah begitu baik dan sering memelukku meski saat itu, kau tak peduli malu, tak peduli bagaimana ramai orang melihatmu rusuh rindu padaku :p

Aku sayang kamu.

Dari perempuan yang saat ini sedang begitu ingin memelukmu.

Monday, January 4, 2016

Percayalah, Buku yang Hebat tidak Cukup Dibaca Hanya Sekali

Oke. Ini emang udah tengah malam. Meskipun, jam di blog ini nggak sesuai dengan jam di hape daku wkwkkw

Em, jadi begini, hanya ingin berbagi sedikit sebelum tidur, soalnya laptop lagi ngambek. Ndak bisa diajak untuk melampiaskan hasrat yang ada di kepala saya ini. Hi. Kok bahasanya jadi horror gini -_- baik. Maafkeun.

Jadi, saya pusing sendiri, banyak sekali ide tulisan. Namun apalah daya. Semoga besok kalau udah dikasi "coklat" laptopnya nggak ngambek lagi.

Tadi untuk kedua kalinya barusan menamatkan novel Rindu bang Tere. Jadi, 4 hari ini liburan bacanya ya itu. Ku harap, catatan binder nggak envy, karena kan harusnya dia yang dibaca -_- besok masih UAS, Men :')

Ya, sebenarnya, ada dasarnya juga kenapa ngulang lagi baca novel Rindu, sebab kubutuh bahan tulisan untuk esai selanjutnya. Dan ternyata, banyak yang bisa dikaji dari tulisan keren abang gue ini :)))) Ya, kuingin bapak redaktur yang belum pernah saya main-main ke rubriknya ini, nggak nolak esai yang insya Allah akan saya rampungi. Aamiin ^^

Banyak sekali hikmah yang bisa didapat kalau kita baca berulang-ulang buku-buku hebat. Karena memang jujur, di otak saya ini, kalau pertama kali baca novel udah penasaran sama alur kisahnya duluan. Penasaran tokoh-tokohnya gimana, penasaran jalan ceritanya gimana, konfliknya apa, dan endingnya apalagi. Dan apalaginya, ini tuh tulisan bang Tere Liye yang jago sekali menyimpan kejutan-kejutan. Apalah dayaku, benar-benar nggak mau diganggu rasanya sampai akhir cerita selesai.

Dan kekurangan dari 'penasaran banget sama ending dan keseluruhan yang mengawalinya', sampai-sampai bisa melupakan dan melalaikan banyak hal. Memang, sewaktu membaca kita juga dapat nasihatnya. Tapi, oke lagi-lagi saya jujur. Membaca pertama kali, itu adalah nafsu. Saya penasaran sekali dengan racikan kisah yang disajikan yang siap saya santap. Jadi, fokus utamanya ya ke itu. Makanya, ada nasehat yang bijak sekali. Islam tidak mengenal jatuh cinta pada pandangan pertama. Sebab, itu tidak lebih dari nafsu belaka. Karena, cinta itu ditempah dengan waktu yang kita tidak kuasa untuk menentukannya. Yaelah, ini bahasanya kayak udah mau walimahan ajaaa T.T Jodohnya masih on the way, BROHHH!!!
Nah, ada nggak sih yang pernah ngalamin juga? :D

Jadi, keluarlah kalimat saya, "Percayalah, buku yang hebat tidak cukup dibaca hanya sekali".

Sebelumnya, saya mengulang tiga kali membaca novel 'Rembulan Tenggelam di Wajahmu'nya bang Tere. Dan sering juga mengulang, novel-novelnya Kang Abik. Seperti Ayat-ayat Cintanya dan Ketika Cinta Bertasbih.

Saya merasa perlu untuk membacanya kembali. Apalagi, untuk dijadikan bahan tulisan serta bahan proposal dan skripsi saya insya Allah nggak jauh2 juga dengan beginian.

Karena begini pengalaman saya, ketika misalnya, saya pertama kali membaca Ayat-ayat Cinta-nya kang Abik, ilmu saya masih dangkal sekali dengan keseluruh kisah dan pesan yang disampaikan kang Abik dalam cerita itu. Ya iyalah jelas, jauhhhhh banget. Saya masih status anak sekolah (waku itu) By the way, fyi aja, zaman sekolah saya belum suka baca karya bang Tere, yang sampai hari ini, bang Terelah satu-satunya penulis favorit saya. Pertama kali baca tulisan bang Tere, saya sempat bergumam, "Novel apa ini. Kok gini kali bahasanya" Ya, maklumlah, otak gue masih dangkal bener waktu itu, meski ya sekarang yaaa masih dangkal~ -_- Tapi ya syukurlah, setidaknya saya nggak nafsu belaka soalnya nggak jatuh cinta pada 'bacaan' pertama kali hahaha...
Oke lanjut lagi, sedangkan kang Abik ya tau sendirilah beliau hebatnya kayak gimana. Lulusan Kairo, penulis best seller dan seterusnya..

And then, waktu terus berjalan, saya ketemu lagi dengan novel kang Abik dan novelnya kayak nyapa saya gitu. Dia bilang kangen, bilang rindu ke saya karena lama nggak jumpa. Ya, apalah daya, novelnya minta dibaca lagi hehe..

Jadi, saya baca untuk kedua kalinya, dan eng ing.. Hasilnya beda! Apa bedanya, bukannya sama aja ya? Kan novel AAC kang Abik nggak ada revisinya?
Mijn vriend, (Sesekali manggilnya pake bahasa Belanda. Efek novel Rindunya ini) bukan novelnya yang berubah. Tapi, pemahaman pikiran sayalah yang berubah. Apalagi, semakin matang usia insya Allah semakin matang pula pemikiran, ditambah dengan pengetahuan-pengetahuan baru yang sudah diserap. Alhasil, menyebabkan apa-apa yang dulunya saya lewatkan dan lalaikan dari kisah dan pesan novel AACnya kang Abik-karena alasan ilmu saya belum sampai ke situ. Pengetahuan saya yang baru, ngerasa 'klik' dengan tulisan yang ada di novel kang Abik itu.
Nah, inilah yang membuat saya merasa penting sekali membaca ulang sebuah buku hebat. Tidak cukup hanya sekali.

Misalnya gini deh, saya sederhanain dengan contoh.
Saya sudah membaca Ayat-ayat Cintanya kang Abik waktu zaman sekolah. Di dalam novel AAC ini, ada di cantumin nama Badiuzzaman Said Nursi. Ya, saya ini apalah dulu waktu zaman sekolah. Malas bener baca buku sejarah. Tidaklah saya tahu siapa Badiuzzaman Said Nursi itu, bahkan saya lupa dan tak tahu menahu bahwa kang Abik mencantumkan ulama Turki hebat penyebar tauhid itu di AAC. Then, di zaman kuliah, saya baca Api Tauhid. Nah, novel karya kang Abik yang satu ini (Api Tauhid) memang membahas biografi Badiuzzaman Said Nursi.

Jadi, jika saya "membaca ulang" novel AAC maka ketika sampai pada paragraf tentang "Badiuzzaman Said Nursi" otak saya atau pengetahuan saya bisa nyambung dan 'klik' dengan itu, kan? Karena, saya sudah tahu siapa Badiuzzaman Said Nursi itu.

Hikmahnya, buku-buku itu memang saling menghubungkan satu sama lain. Dan beruntunglah, orang-orang yang tidak hanya berkutat di satu atau dua genre buku. Nah, kalau yang ini, saya memang belum melakukannya. Namun, saya sudah memiliki ketertarikan untuk membaca buku genre apa saja. Yang membawa dampak yang baik pastinya. Biar bisa kayak bang Tere yang bahan bacaannya, kuyakin ada puluhan genre :D

Jadi, menurut hemat saya, nggak salah dan nggak buang-buang waktu kok kalau kita mengulang sekali atau dua kali lagi sebuah buku/novel. Karena, ada yang ingin saya tekankan juga di sini, untuk diri saya sendiri terutama dan untuk pembaca khususnya, membaca novel itu jangan dan dilarang sekali hanya mengejar kisahnya, apalagi anak muda, maunya ngejer kisah cintanya doang -_- namun dalamilah nasihat yang telah rapi tersusun di novel itu. Dan juga, buat muslim dan muslimah, janganlah girang sekali dengan tulisan genre Barat yang kisah cintanya menodai identitas kita sendiri sebagai muslim dan muslimah. Kisah percintaan yang mendekatkan pada zina, pacaran dan sejenisnya. Yang sama sekali tidak ada nilai religius atau nilai akhiratnya. Dan untuk penulis muslim dan muslimah, saya harap, kita bisa sama-sama menuliskan kisah fiksi yang sesuai dengan jati diri kita dan identitas kita.

Back to the laptop, apalagi, buku itu memang sarat pengetahuan, pemahaman dan nasehat yang bagus sekali untuk gizi akal dan hati. Kecuali, memang daya ingatmu bagus sekali, membaca dengan detail sekali, meski hanya sekali baca. Ya, itu jelas berbeda. Ini hanya untuk kemampuan orang rata-rata seperti saya ini.

And the last, pesan terakhirnya yang ingin saya sampaikan, membaca bukan hanya untuk nilaimu lebih baik dan bagus di sekolah. Tapi, membaca juga untuk menaikkan 'nilai' akhlakmu di mata Allaah, membaca bisa semakin membuatmu merasa takut pada Pencipta. Semakin banyak membaca, semakin sadarlah, kita nggak ada apa-apanya. Jadi, banyak membacalah. Itu bisa mengikiskan rasa berbangga diri kita yang mungkin ada.

Baiklah, Spasiba Balshoi sudah membaca sampai akhir. Selamat malam eh selamat dini hari ._. Semoga bermanfaat :)

Senin, 4 Januari 2016 - 01:24 Waktu Indonesia Bagian Ngantuk



Friday, January 1, 2016

Cara Mengirim Tulisan (Puisi/Cerpen/Esai) ke Koran Medan



Merhaba, Guys!  
Jadi, jumat ini, mumpung libur dan mumpung ingettt. Ku akan berbagi seadanya tentang “Cara Mengirim Tulisan (Puisi, Cerpen, dan Esai/Opini/Artikel) ke Koran Medan”



      Harian Waspada (Rubrik Cemerlang)

Nah, rubrik “Cemerlang” ini isi rubriknya PUISI dan CERPEN.

Kalau memang dikira-kira, bahasanya belum berat, masih awal-awal nulis, masih baru suka-suka nulis, Harian Waspada bisa kita jadikan medan buat menggemparkan karya kita. Tapi, Waspada juga masih sering kok nerbiti karya-karya penulis senior :) Hanya saja, Waspada berbaik hati untuk menerbitkan tulisan teman-teman yang meski BARU PERTAMA KALI mengirimkan karyanya. Eits, tapi tetap nggak semua ya. Contohnya, saya. Dan ternyata, kemarin ada hal yang saya lupa. Kelihatannya sepele namun penting syekaleeee.

Saya lupa nulis nama “Rubrik Cemerlang” di subject emailnya. Hrrrrrrr. Ini penting buat redaktur. Karena, dari situlah redaktur tahu tujuan kita kirim email ke beliau. And then, barulah diterbitkan setelah saya tulis “Rubrik Cemerlang” di subjectnya. Itu juga cuma sekali terbit. Tapi, nggak apa-apa. Media lain tentu masih banyak :D

Untuk berperang, tentu kita harus tahu medan perangnya. Nah, insya Allah, di sini akan saya jabarin, saya usahain lengkap, tapi kalau belum puas boleh ditanya langsung ke saya. (Meskipun, saya juga masih proses belajar dan merintis)

Syarat-syarat puisi di Waspada (menurut pengamatan saya) 


Puisinya jangan terlalu panjang. Sebaiknya 5-10 baris. Dan tulisan ke arah kanannya juga jangan terlalu panjang. Berikut contohnya.



Senja Lama tak Dieja
Karya : Aisyah Haura Dika Alsa

Mobil-mobil gerah membikin panjang
Raut-raut payah ditelan pelan petang
Jingga bertebaran, kueja tanpa kawan
Sebab kau tega tinggalkan kota
Lupa bagaimana cara kembali
Hingga senja, lama tak kueja
(Waspada, Minggu, 23 Agustus 2015)

(Berhubung kuota tidak cukup untuk menampung foto korannya, jadi, saya copy paste aja tulisannya yak. Hehe peace.)

Minimal kita mengirimkan 5 judul puisi ke Waspada dan 1 puisi yang diterbitkan. Honor waspada, 1 puisi Rp 15 ribu (Honor di Waspada diambil setelah sebulan terbit, kantornya saya lupa di mana. Maafkeun -_- karena emang belum pernah main-main ke sana. Kali aja, habis baca ini, kita bisa ambil honor bareng #eaaaa. Tapi, tadi baru tanya bapak saya, kantornya di Brigjen Katamso)

Alamat email rubrik Cemerlang Waspada (puisi dan cerpen) : cemerlangwaspada@yahoo.co.id
Subjectnya : Puisi/Cerpen Rubrik Cemerlang Waspada (Kalau mau kirim puisi dan cerpen sekaligus, alangkah indahnya dipisah yak)

Lalu, jangan lupa buat surat pengantar. Kalau kata dosen saya tercinta, Ibu Winarti, mau masuk rumah orang kan pakai permisi dan salam tuh. Nah, sama halnya kalau kita mau kirim email ke redaktur.

Assalamu’alaykum Warohmatullah Wabarokatuh

Yth. Redaktur Cemerlang Waspada

Selamat pagi, Pak.

Saya, Aisyah Haura Dika Alsa, mahasiswi semester V Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UMSU mengirimkan tulisan saya ke rubrik yang Bapak pimpin. Saya mengirimkan 5 judul puisi. Karya saya ini belum pernah diterbitkan di media manapun. Besar harapan saya tulisan saya dapat diterbitkan.

Terima kasih atas perhatian Bapak

Wassalamu’alaykum Warohmatullah Wabarokatuh

(Ingat ya, salam ndak boleh disingkat. Masak berbuat baik aja pelit sama huruf :))

Dah, jangan sampe lupa unggah file kita. Lalu, dengan bismilah klik “Kirim” :D

(Surat pengantar ini berlaku untuk setiap media koran, hanya diubah rubrik dan isinya saja, kalau ada versi yang lain, ndak masalah, yang penting tetap sopan)

Nah, kalau cerpen, 2 halaman saja sudah cukup. A4. 12 TNR. No spacing (tanpa spasi) margin normal. Tema bebas. Cara-cara mengirimnya seperti puisi yak ^^
Waspada rubrik cemerlang terbit setiap minggu. Nggak rugi kok, uang jajan dibelikan koran yang Rp 3 ribu ^^

 Harian Mimbar Umum

Sebenarnya, Mimbar Umum, Waspada, Analisa dan Medan Bisnis, umunya memuat jenis tulisan yang sama, yakni Opini, Puisi dan Cerpen. Hanya saja, belum semua rubrik saya coba.

Nah, di mimbar umum ini, tulisan saya pernah dimuat, di rubrik opini, pendidikan, dakwah, dan budaya. Opini >> senin-kamis, pendidikan >> selasa, wisata >> kamis, dakwah >> jumat, budaya >> sabtu.

Di Mimbar Umum, rubrik opini, pendidikan, dakwah, budaya tentu sama-sama memuat artikel. Hanya saja, temanya yang berbeda. Tema sesuai nama rubrik.

Alamat email rubrik opini >> mimbarumum@yahoo.com
Alamat email rubrik pendidikan, wisata, budaya, puisi, dan cerpen >> suyadisan@yahoo.com
Alamat rubrik dakwah >> mimbarjumat@yahoo.com

Artikel/Esai/Opini >>> 1.5 / 2 halaman no spacing margin normal A4 12 TNR

Honor di Mimbar Umum sepertinya tidak ada, hanya saja bagi mahasiswa UMSU, alumni UMSU dan dosen UMSU bisa mencairkan honor di UMSU.

Di akhir tulisan buat ctrl R, ctrl I and ctrl B dengan kalimat pengenal di bawah ini sebagai syarat mengambil honor tulisan di UMSU. Buat ambil honor di UMSU tidak lebih dari 20 hari ya :)

Contoh >> (Penulis adalah mahasiswi Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UMSU)




      Harian Medan Bisnis (Rubrik Art and Culture)


Nah, inilah media cetak yang pertama kali menampung puisi dan cerpen saya :D kalau opini, belum pernah nyoba.

Harian Medan Bisnis termasuk koran yang menerangkan di korannya dengan cukup jelas syarat mengirim tulisan ke medianya. Makanya, saya berani nyoba-nyoba kirim. Waktu itu nanya sama senior belum pede hahaha. Kalau cerpen nunggu 10 bulan, tapi alhamdulillah puisi saya cukup ngirim dua kali di minggu kedua langsung diterbiti. Ada juga teman yang nggak terbit-terbit ngirim ke sini. Maka dari itu, kita harus tahu selera masing-masing redaktur.

Ya, caranya dengan beli korannya. Tapi, karena saya tahu, jarang sekali anak muda yang baca koran, jadi saya kasih informasi yang tak seberapa ini di sini.

Kalau saya amati, redaktur Art n Culture senang dengan puisi yang jenis naratif. Nah, buat teman yang suka nulis puisi naratif bisa dicoba kemari..

Kata pengantarnya tetap sama yak namun rubriknya jangan lupa diganti.

Nah, ini saya copypaste dari korannya langsung.

Pengiriman karya melalui email :


Puisi minimal 6 judul sekali pengiriman, cerpen maksimal 7.000 karakter, artikel/esai seni budaya 5.000 – 7.000 karakter. Puisi dan cerpen dilengkapi biodata singkat serta foto diri. Gambar/foto dikirim dengan format JPEG.

Mungkin buat akhwat yang jarang mampang foto agak gimana gitu kalau ngirim ke koran juga disertai foto. Kalau menurut saya, nggak usah pakai foto. Siapa tahu karena puisinya keren, redaktur tetap masukin tulisannya :D (saya sudah beberapa kali terbit tanpa foto kok XD)

Honor cerpen Rp 35 ribu dan honor 1 judul puisi Rp 20 ribu (puisi dimuat tidak menentu berapa banyak, tergantung selera redaktur) Dan mengambil honor di kantornya Medan Bisnis di jalan S. Parman, sebulan setelah karya terbit.  
Korannya juga terbit setiap minggu, harganya Rp 2500
Begini contoh puisinya,

Tidakkah Kau Rindu

Karya : Aisyah Haura Dika Alsa


 Tidakkah kau rindu?

Kepada senja dan berisik roda

Atau pada kayuh yang menuju aku

Atau pada apa saja yang telah hilang digarang kenang

Yang diimani waktu kini adalah elegi; tentang kita dibalik jeruji

Serupa menghayati kepergian seseorang di berita malang

Sejumput tertinggal, yang banyak tanggal, dijemput kematian

Kita tak perlu bersenandung bersama melayat lalu, biarlah direbah waktu

Pun mimpiku telah lama tiadamu

Tidakkah kau rindu? Tentu rindu

Aku? Tidak.
(Minggu, Harian Medan Bisnis) – Lupa tanggalnya T.T



(Medan Bisnis sudah tidak membuka rubrik Art n Culture lagi)
 

Nah, coba bedain deh. Bedakan bentuk puisi di Medan Bisnis dan Waspada. Medan Bisnis lebih panjang. Dan memang, menurut saya, redakturnya senang dengan puisi jenis naratif. Oh iya, di Medan Bisnis, bisa kok pakai judul Aisyah#1 Aisyah#2. Misal, puisi kamu panjang banget, kan kalau mau dikirim ke koran ada batas panjangnya. Jadi, dipotong sahaja menjadi seperti itu. Penulis yang diuntungi, karena kan perjudul ada harganya ^^

      Harian Analisa  

Meskipun kamu penulis pemula, kalau dirasa tulisannya sudah cukup bagus dan bisa membuat sajak a-b-a-b, nggak ada salahnya buat nyoba di Analisa.

Di analisa, ku juga harus jatuh bangun dan ku juga harus jadi penulis yang keras kepala buat karyanya diterbitkan di koran ini~

Di kampus UMSU tercinta untuk mengambil honor tak dibolehkan memakai nama pena. Harus lengkap nama asli. Dan pernah juga ngirim tulisan lagi ke Medan Bisnis namun pakai “Haura Alsa” eh, nggak taunya, redakturnya tetap buat nama saya “Aisyah Haura Dika Alsa”. Jadi makin nggak pede buat pakai nama pena hahaha..

Alhasil, untuk ke Analisa, saya harus berjuang lagi. Bukan sebagai “Haura Alsa” namun dengan nama lengkap saya. Padahal, redakturnya sudah mengenal “Haura Alsa”. Ya, tak ape-apelah.. Pembelajaran buat Man Teman, harus konsisten dengan nama untuk dunia kepenulisan :)

Di Analisa, beginian dipakai kok >> Aisyah #1 Aisyah #2. Umumnya, puisi di media cetak yang ada di tulisan saya ini, kebanyakan yang satu bait sahaja. Tapi, kalau mau kirim dua bait, ya monggo ae ^^

Puisi ke Analisa minimal 6 judul puisi dan cerpen minimal 2 halaman A4 12 TNR margin normal tanpa spasi dan tema bebas (menurut hemat saya)

Subject : Rubrik Puisi/Cerpen Analisa Rabu

Alamat email : rajabatak@yahoo.com (Analisa Hari Minggu)

Catatan : di Analisa insya Allah biar dilirik redaktur gunakanlah sajak a-b-a-b atau a-a-a-a



Lelaki yang Kini Dingin

Karya : Haura Alsa



Aku berdiri menunggu kesaksian hujan

Setelah gerimis patah mengalah,

Pada bulir-bulir yang pecah ke tanah

Pada bau wangi dingin yang kini menjelma lain

Aku hantarkan, bahwa kau semirip musim

Yang kini bermukim
(Analisa, Rabu, 18 Februari 2015)


Lalu, cerpen anak. Nah, cerpen anak ini terbitnya hari minggu rubrik Taman Riang dengan redaktur yang berbeda, cernak minimal 1 halaman 12 TNR A4 tanpa spasi.

Honor bisa diambil sehari setelah karya terbit, kantornya di jalan Ahmad Yani di dekat lapangan merdeka. Honor di Analisa 1 judul puisi Rp 25 ribu, biasa yang diterbitkan 4 puisi. Jadi total Rp 100 ribu. Honor cernak, 1 judul Rp 50/75 ribu. Honor cerpen Analisa Rabu Rp 100 ribu, honor cerpen Analisa Minggu Rp 150 ribu. Dan untuk melihat tulisan kita terbit atau nggak, kita bisa lihat di laman analisa harian.analisadaily.com
Menurut saya, nggak salah kalau kita sambil nulis sambil cari uang. Apalagi posisinya yang seperti saya ini, karena syarat beasiswa saya ndak dibolehin kerja; takut ganggu kuliah. Namun, kebutuhan juga tidak sedikit dan nggak tega juga ngerengek sama orang tua soal uang jajan. Alhasil, harus bisa cari sendiri. Alhamdulillah, Allaah selalu kasih jalan, asal doa dan usaha dong ya. Meski, sesekali masih minta, lihat gimana keadaan orang tua sahajalah :D  

Yang pasti, nggak dilupain kualitas kita dalam menulis, jangan mau honornya saja tapi tak mau membuat karya kita bermanfaat untuk dunia apalagi untuk akhirat :))) Yang jelas, kuantitasnya dulu dibanyakin, seiring berjalannya waktu, kualitas bakal ngikutin. 

And, I’m so happy for doing this. Karena menulis adalah cara saya membahagiakan hidup saya. Jadi, dari hobi ke profesi hehe ya, mudah-mudahan bisa beneran jadi profesi menulis ini. Aamiin ya Allaah..

Nah, buat yang udah punya banyak pengalaman nulis di koran atau di mana saja, jangan pernah cuek bebek kalau ditanya-tanya. Coba bayangin kamu ada di posisi yang nanya, pasti kamu sakit hati jugakan kalau dicuekin. Ingatlah, musuh atau saingan itu bukan orang lain. Malah orang lain, bisa dijadikan teman untuk pembelajaran. Musuh yang paling nyata adalah diri kita sendiri (read : kemalasan) dan tak lupa juga bapak/ibu redaktur heuheuhe.. karena kita emang harus bisa buat redaktur klepek-klepek sama tulisan kita. Jangan pandainya, anak orang aja yang dibuat klepek-klepek. Apalagi kalau belum halal :p malu sama kucing dong meong meong meong :p

Untuk penulis pemula, jangan pernah malu dan nggak percaya diri buat ngirim karyanya ke koran. Dan buat yang udah ngirim ke koran, tapi belum juga terbit, jangan pernah nyerah. So simply statement emang. Tapi dampaknya luar biasa kalau kita mau terus nyoba meski masih gagal. Banyakin nanya sama yang udah pengalaman karyanya terbit. Banyakin baca dan latihan nulis juga.

Kalau ditolak terus, berarti kita harus intropeksi karya kita. Pasti ada yang masih kurang. Nah, sambil muhasabah karya sambil terus kirim ke media dengan tulisan yang berbeda dari sebelumnya pastinya. Tunjuki sama redaktur, kalau kamu nggak nyerah buat nyoba dan tulisan kamu layak diterbitkan. Dan, biarlah penolakan bapak redaktur menjadi makanan setiap minggu. Hahaha. Oke. Ini curhat.   

Karena, penulis hebat di luar sana, sekelas Tere Liye;abang guehhh (nggak boleh ngamuk), Habiburrahaman El-Shirazy dan lainya, juga pernah ngalami penolakan terhadap karya-karyanya. Kalau mereka menyerah sekali atau menyerah di kali kedua, apa karya mereka bisa kita baca seperti sekarang? Nah, selamat mencoba! :)