Saturday, March 4, 2017

Mimpi Sepasang Karib




Turki! Turki!

Ya, ya, aku akan ke sana. Aku akan melihat bagian bumi yang pernah ditaklukkan Al-Fatih; yang disebut-sebut dalam sabda nabi. Aku akan ke sana. Aku pasti akan ke sana.

“Lulaaaaaaaaaaaaaaa! Awas jatuhhhhhhhhhh!”

Bruk! Aw!

            Jeritan Rosa menjadi percuma sebab aku telah lebih dulu jatuh ke tanah. Aku tidak sadar lorong ini dibuat 5 cm lebih tinggi dari permukaan tanah. Warga sekolah menatapku iba, dan sialnya, lebih banyak yang tertawa.

“La! Jalan pake apa sih? Ituuuu, mata yang dikasih Allah secara cuma-cuma dipergunakan dengan baik. Kalau aja pakai mata itu bayar. Kamu itu boros, mending sekalian nggak usah beli matanya!”

“Ya Allah, temannya jatuh malah dimarahi bukannya ditolongi. Hikss...” Aku bangkit dan kecewa menatap Rosa yang wajahnya tiba-tiba galak.

Kan masih bisa bangkit sendiri? Lagian juga jatuhnya bukan dari lantai lima.” Rosa memang selalu begitu. Dia bukan tipe orang yang cengeng dan tidak akan senang juga melihat orang lain cengeng. Ya, kecuali masalah yang serius.

“Jujur cepat! Apa yang dipikiri sampai kamu jadi bahan tertawaan kayak gitu?” Tanya Rosa penasaran. Hm, kalau urusan kepo memang Rosa ratunya!

“Oiya, tadi bu Linda baru aja nempel sesuatu di mading dan aku langsung baca. Mimpi kita, Rosa, mimpi kita! Mimpi kita akan terwujud!” Jawabku antusias

“Mimpi kita? Maksud kamu, pergi ke Turki?”

“Iya!”

“Serius, La?”

“Iya!”

Rosa langsung menarik tanganku kencang dan mengajak tubuhku berlari menuju mading dekat kantor guru. Dan saat tiba di sana, aku –lebih tepatnya, kami– kembali menjadi bahan tertawaan, ah bahan keanehan maksudku. Rosa tiba-tiba memelukku sambil teriak dengan histeris. “Kita ke Turki, La! Ke Turki!” Turki nan jauh di sana. Tapi, wangi tanahnya, rasanya seperti terus mendekat pada aku dan Rosa.
***

            Setelah melihat informasi yang ada di mading, kami mengambil langkah segera ke ruang guru untuk menemui bu Linda. Namun, sayangnya, bu Linda menahan informasi lebih lanjutnya. Bu Linda menjawab, besok ketika di kelas, bu Linda akan memperjelas. Saat ini, bu Linda harus segera pergi mengajar di lain tempat. Ya, bu Linda adalah wali kelas kami. Wali kelas paling cantik se-Indonesia Raya.
            “Kita harus bergerak lebih maju dari yang lain, Lula. Meski saat ini kita hanya mengandalkan kertas informasi. Setidaknya, ada hal yang sudah kita persiapkan lebih awal hari ini dan ketika besok bu Linda menjelaskan, kita bisa mempersiapkan hal yang lain.” Jawab Rosa penuh kobaran semangat.
            Setelah bel pulang sekolah mengalun kencang seperti biasanya tepat pukul 13.30 Waktu Indonesia bagian Lapar eh Waktu Indonesia bagian Barat maksudnya, aku dan Rosa bergegas pulang ke rumah untuk mempersiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk melamar beasiswa dari pemerintah Turki. Kami menyiapkan hal-hal yang kami anggap mudah. Hal-hal yang masih tanda tanya untuk kami, tidak kami acuhkan terlebih dahulu.
            Turki memang negara impian kami, kota Istanbul tepatnya yang ingin kami tapaki lebih dulu. Menjejakkan kaki di sana dengan wajah gembira menatap jembatan Bosporus, tertawa riang membelah selat Bosporus dengan  menaiki kapal dan dengan muka yang ramah menyapa megahnya masjid Sultan Ahmed di sana.
            Rosa memimpikan Turki karena habis diprovokasi oleh abangnya yang telah bekerja di sana. Setiap hari, Rosa harus rela menyediakan telinganya atau sepasang matanya untuk mendapatkan cerita yang dijelaskan dengan abangnya baik dengan chat ataupun suara. Semenjak itu, Rosa juga ingin terbang ke sana. Melanjutkan pendidikan di sana. Dan, terjawablah doa-doanya selama ini dengan ditempelnya informasi di mading tentang beasiswa pemerintah Turki.
            Sedang aku, novel-novel tentang Turkilah yang telah memprovokasiku untuk benar-benar merasa ingin tinggal di sana. Bukankah hal yang begitu asyik ketika memiliki sahabat yang juga memiliki impian yang sama? Aku dan Rosa adalah salah satu dari sepasang sahabat itu!
***

            Aku dan Rosa telah sama-sama melewati tes wawancara. Yap, aku dan Rosa sama-sama lulus tes administrasi. Hingga kami dipanggil ke Kedutaan Turki yang ada di Jakarta untuk tes wawancara. Dan kini, hanya tinggal menunggu waktu untuk mendengar pengumuman. Doaku dan doa rosa semakin mengencang. Sebab, yang tertinggal kini hanya doa dan tawakal.
           
            Telpon genggamku berdering. Rosa memanggil.

“Lulaaaaaaaaaaaaaa! Turki, La. Aku ke Turki, La. Aku barusan cek email dan aku lulus. Kau juga lulus pasti. Cepat cek email!” Deg. Mimpi Rosa telah terwujud! Rosa keren! Selain keren dia sudah berhasil menyingkirkan ribuan pemburu beasiswa. Juga keren karena dia tahu saja, aku belum sama sekali mengecek email.

Tanpa menunda lagi, laptop telah kusambar dan kuletak di hadapku. Aku tidak lagi bisa menggambarkan keteganganku dan bagaimana jatungku kubawa sebisa mungkin untuk tetap tenang. Tapi, percuma saja, jantungku malah berdetak kian laju.

            Tubuhku tidak dapat bergerak. Jantungku seperti melemah. Bahagia Rosa malam ini, aku tidak tahu bagaimana rasanya.
***

Epilog
            Aku benar-benar kecewa saat tahu pengumuman itu menyatakan aku gagal. Aku bahkan tidak sanggup menghubungi Rosa dalam waktu dua hari. Rosa pasti bahagia sekali. Meski begitu, di waktu sibuknya mempersiapkan keberangkatannya untuk melanjutkan kuliah ke Turki, Rosa tetap bersedia hadir menghiburku dengan datang ke rumah membawa makanan-makanan kesukaanku. Dan, seminggu setelah pengumuman itu, Rosa datang ke rumahku. Tapi, tidak datang dengan membawa makanan kesukaanku lagi. Rosa membawakan berita yang benar-benar membuat jantungku akan lepas dari posisinya. Kabar berita yang lebih mencengangkan, sebab aku benar-benar tidak menyangka Rosa akan menyampaikan berita itu.
            Dan kini, Rosa yang berada di belakangku harus rela merasa jengkel –merasa seperti obat nyamuk– Sebab, ia tidak menikmati keindahan selat Bosporus seperti yang aku rasakan saat ini. Siapa yang tidak jengkel jika melihat seorang yang cintanya telah dipendam sejak lama dan akhirnya bisa bersatu dalam ikatan walimah, bersama-sama saling bercengkrama di tanah impian sukma.
            Laki-laki yang sedang bercengkrama bersamaku saat ini di atas kapal yang membelah selat Bosporus ialah laki-laki yang dulu menatapnya aku bahkan tak berani. Bertemunya aku senang tapi juga merasa takut sekali. Laki-laki yang juga begitu menyayangi Rosa dengan sepenuh hati. Ya, kalian benar. Selain sahabatku, Rosa adik iparku juga kini.
***
(Aisyah Haura Dika Alsa adalah mahasiswi Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UMSU)
Terbit di Mimbar Umum, Sabtu, 4 Maret 2017